Kamis, 30 Januari 2014

PEMANAH ATAU MEMANAH




Secara harfia kata menembak berarti dua hal :1.Melepaskan peluru dari senjata api
2.Mengarahkan sesuatu kepada sesuatu 

TEKNIK-TEKNIK DASAR BAGI ATLET PEMULA PANAHAN

Abstrak
Manusia sejak kapan mulai memanah belum ada yang mengetahui, namun pada tahun 1676 atas prakarsa Raja Charles II dari Inggris panahan mulai dipandang sebagai suatu cabang olahraga. Di Indonesia organisasi panahan resmi terbentuk pada tanggal 12 Juli 1953 di Yogyakarta atas prakarsa Sri Paku Alam VIII dengan nama Perpani (Persatuan Panahan Indonesia). Setelah terbentuk Perpani, pada tahun 1959 Indonesia diterima sebagai anggota FITA (Federation International de Tir A L’arc) dalam konggres di Osio, Norwegia. Perpani dalam perkembangannya selalu berusaha dan berhasil mengikuti kejuaraankejuaraan dunia, karena pemanah Indonesia selalu melatih teknik panahannya. Teknik memanah yang tepat dan benar sangat menunjang pencapaian prestasi panahan. Dengan dikuasainya teknik memanah yang tepat dan benar akan memungkinkan keajegan (consistency) gerakan memanah baik dalam latihan maupun kompetisi. Pemanah
pemula sebelum ke tekhnik terlebih dahulu harus menguasai dua metode pemasangan tali yaitu 

1) metode menarik-menekan, dan 2) metode step-through. 

 Pemanah pemula dalam latihan panahan harus mengetahui dan mencoba cara memasang tali yang benar pada busur. Cara memasang tali yang benar penting sekali, yaitu agar busur tidak patah dan nocking point berada pada posisi yang benar. Ada dua metode/cara memasang tali pada busur:
1.Metode dorong tarik (push pull)
Metode ini dipakai pada busur yang lurus dan melengkung. Tali dipasang secara tepat di dalam notch dari sisi busur sebelah bawah yang dibiarkan tenang. Tangan yang satu menarik bagian tengah busur keluar, sedangkan tangan yang lain mendorong untuk memaksa sisi busur kearah bawah. Ketika lengkungan diperoleh, jari harus menyumbat ujung tali dalam penakik busur atas (notch). Tali yang sudah dipasang harus diperiksa yaitu dalam keadaan lurus dengan busur (Barrett J. A, 1990: 46). Pemanah harus hati-hati dalam menggunakan metoda ini, karena jika saat mendorong tidak hati-hati tangan bisa tergelincir, akibatnya busur bisa terbang ke depan dan dapat memukul wajah. Seorang pemanah pemula, jika mempunyai suatu tarikan busur yang berat dan atau sangat panjang, maka akan mengalami kesulitan untuk menggunakan metoda ini (C.John, W, 1976: 47).


2. Memasang ekor panah (nocking).
Nocking adalah memasukkan ekor panah ke nocking point pada tali dan menempatkan gandar (shaft) pada sandaran panah (arrow rest). Pemasangan anak panah yang benar yaitu bulu indeks menjauhi sisi jendela busur, sedangkan pemasangan yang salah akibatnya anak panah tidak bisa terbang ke arah target dengan baik atau kemungkinan besar jatuh sebelum sampai target (Achmad Damiri, 1990: 16).


3. Posisi setengah tarikan (set up)
Posisi badan releks dengan setengah tarikan. Pada saat posisi ini, pemanah sangat penting untuk merasakan agar posisi badan tetap tegak/center. Pemanah dalam menarik tali menggunakan tiga jari, yaitu: jari telunjuk di atas ekor anak panah, jari tengah dan jari manis berada di bawah ekor anak panah. Jarak antara jari telunjuk dan jari tengah kurang lebih satu sentimeter. Pada waktu set up buat satu garis lurus antara bow arm dengan draw arm (Lee dkk, 2000).

4. Menarik tali (drawing).
Tehnik dengan gerakan menarik tali sampai menyentuh bagian dagu, bibir, dan hidung (Achmad Damiri, 1990: 21). Pemanah dalam menarik tali dengan irama yang sama, agar posisi badan selalu seimbang. Kemudian pada waktu menarik jangan dibantu dengan badan, tetapi gunakan otot-otot belakang bahu untuk menarik. Posisi yang benar adalah tali yang mendekati dagu atau kepala, sebaliknya jangan kepala pemanah yang mendekati tali.

5. Penjangkaran (anchoring).
Teknik dengan gerakan menjangkarkan tangan penarik pada bagian dagu. Pada waktu anchoring, pernafasan harus dikontrol dengan baik dan konsentrasi tetap. Setelah anchoring, tekanan ke depan dari tarikan ke belakang terus kontinyu jangan sampai kendur/rileks (Lee dkk, 2000). Posisi anchoring ada 2 yaitu: penjangkaran yang tinggi dan penjangkaran yang rendah. Penjangkaran tinggi, dengan ujung jari telunjuk di sudut mulut sehingga ujung jari/ ujung tangan bertumpu sepanjang bagian bawah tulang pipi. Penempatan jari depan di sudut mulut membantu mengatur anak panah di bawah pandangan mata. Penjangkaran rendah, jari depan bertumpu langsung di bawah tulang rahang sehingga tali berada di garis tengah wajah.
Tali menyentuh ujung hidung dan di tengah-tengah dagu. Pemanah banyak mengerutkan bibir dan mencium tali. Pemanah pemula biasanya menggunakan cara penjangkaran yang tinggi
(Barrett J. A, 1990: 52-53).


6. Menahan sikap memanah (holding).
Pemanah menahan sikap memanah beberapa saat sebelum anak panah dilepaskan (Achmad Damiri, 1990: 23). Pada posisi holding, untuk tekanan ke depan dan tarikan kebelakang tetap kontinyu. Pemanah dalam posisi holding, jangan dibantu badan untuk menahan beban tarikan busur, tetapi yang dilakukan adalah otot-otot lengan penahan busur dan lengan penarik tali harus berkontraksi, agar sikap memanah tidak berubah/tetap merupakan satu garis lurus (Lee dkk, 2000)

7. Membidik (aiming).
Suatu gerakan mengarahkan visir pada titik sasaran dan pemanah dalam memegang grip serileks mungkin. Bagi seorang pemanah pemula tehnik membidik sering berubah-ubah, hal ini disebabkan karena waktu membidik kadang terlalu cepat dan kadang terlalu lama, sehingga perlu latihan yang banyak agar bisa ajeg. Menurut hasil pengamatan di kejuaraan
Nasional, pemanah dalam membidik rata-rata memerlukan waktu 4 detik. Penyetingan alat pembidik (visir) perlu disesuaikan tidak hanya pada jarak, tetapi pada saat cuaca dingin, panas, dan angin, agar memperoleh target sesuai yang diinginkan (Achmad Damiri, 1990: 26).


8. Melepaskan anak panah (release).
Suatu gerakan melepaskan tali busur dengan cara tangan penarik tali bergerak ke belakang menelusuri dagu dan leher pemanah (Achmad Damiri, 1990: 26). Pada waktu release tekanan pada lengan kiri dan kanan jangan sampai bertambah pada salah satu bagian. Selain itu, jari-jari penarik tali juga harus rileks, agar mendapatkan release yang halus. Pemanah yang release nya halus, maka setiap arah panah dan speed (kecepatannya) sama, sehingga terbangnya anak panah menjadi mulus (Lee dkk, 2000).


9. Gerak lanjut (follow through).
Pemanah selama beberapa detik melakukan gerak lanjut dengan tetap memberikan tekanan yang sama seperti release. Pandangan mata pemanah juga harus tetap konsentrasi kesasaran tidak beralih ke terbangnya anak panah. Busur diusahakan tetap diam sebelum anak panah menancap di target. Tujuan dari gerak lanjut adalah untuk memudahkan pengontrolan
gerak memanah yang dilakukan (Lee dkk, 2000).


KESIMPULAN
Panah adalah semacam senjata yang berupa barang panjang, tajam pada ujungnya dan diberi bulu pada pangkalnya yang dilepaskan dengan busur, sedangkan memanah adalah melepaskan anak panah terhadap target atau sasaran. Pemanah pemula sebelum ke teknik terlebih dahulu harus menguasai dua metode pemasangan tali yaitu 

1) metode menarik-menekan, dan 2) metode stepthrough,
serta metode pegangan (grip).
Tehnik memanah bagi pemula pada dasarnya ada sembilan langkah, yaitu: cara berdiri
(stance), memasang ekor panah (nocking), posisi setengah tarikan (set up), menarik tali (drawing),
penjangkaran (anchoring), menahan sikap memanah (holding), membidik (aiming), melepaskan
anak panah (release), gerak lanjut (follow through). Teknik memanah yang tepat dan benar sangat
menunjang pencapaian prestasi panahan. Dengan dikuasainya teknik memanah yang tepat dan
benar akan memungkinkan keajegan (consistency) gerakan memanah baik dalam latihan maupun
kompetisi. 


3 hal penting dari konsep menembak :
1.Kebendaan, yaitu alat untuk menembak.
2.Manusia yang merupakan subjek dari pemakaian alat
3.Sasaran sebagai aktifitas objek dari menembak melalui senapan  ataupun pistol 

Dari ketiga pengertian konsep itulah maka dapat dilihat bahwa  menembak merupakan kerja ide dan indera yang terhimpun dalam suatu 
waktu, suatu tempat, dan suatu reaksi yang semua terakumulasi dalam kerja menembak. 
Bila dibanding dengan olahraga lain menembak terutama tembak sasaran merupakan satu kerja yang berkesinambungan antara aksi 
dengan reaksi. Dalam menembak, setiap petembak harus memiliki ketenangan, ketahanan, dan pengontrolan diri yang ditopang dengan 
fisik yang baik dengan keseimbangan besar yang terkontrol dan aktif.
Aktifitas, Ide, dan himpunan dari waktu, tempat, dan reaksi merupakan suatu bentuk dan syarat untuk dimulainya bekerjanya organ
tubuh secara rahfia untuk melakukan gerakan atau aktifitas, karena  itu menembak merupakan cabang olahraga yang harus berhasil
mengakumulasi ide, waktu, tempat dan reaksi untuk berprestasi.  Sebagai suatu cabang dari olahraga yang juga merupakan aktifitas
budaya, maka menembak merupakan suatu aktifitas badan yang lahir dan besar dalam suatu konteks tertentu.

Di Indonesia, olahraga menembak diawali dengan terbentuknya ” NICG ” atau singkatan dari Perkumpulan berburu dengan menggunakan
senjata api. Kemunculan NICG pada paruh pertama abad 20 dari segi politik dan ekonomi ada dua hal, yakni strategi politik kolonial
dan strategi pendekatan keamanan kepada masyarakat. Kebijakan ini kenyataannya memberikan kesempatan besar pada perusahaan asing
untuk menyewa lahan pertanian. Situasi inilah yang menjadi salah satu alasan kenapa NICG harus ada, saat itulah mereka orang eropa
yang ada di tanah air menjadikan lahan pertanian yang mereka sewa sebagai lahan berburu, kegemaran berburu ini juga memiliki andil
besar dalam rangka lahirnya olahraga menembak.

PON I Solo tahun 1948, memang tidak menyertakan cabang menembak untuk dipertandingkan meski saat itu Persatuan Buru sebagai wadah
para hobbies telah dibentuk. Mudah dipahami, karena menembak pada waktu itu dikonotasikan sebagai aktifitas kerja politik bukan
aktifitas olahraga. Baru pada tahun 1950, menembak masuk kedalam cabang olahraga, ketika itu Didi Kartasasmita, Oisaid
Suryanatanegara, dan kawan-kawan membentuk Perhimpunan Olahraga Perburuan Indonesia (PORPI) yang dimaksud sebagai hobies dan
olahraga, singkatnya olahraga menembak ini cepat mendapat tempat dihati masyarakat tetapi menembak sasaran belum nyata langkahnya.

Angin segar tampaknya menerpa para hobies yang tak jauh dari kesehariannya, tiga perwira angkatan darat mengadakan pendekatan
kepada PORPI untuk memecahkan masalah. Ketiga perwira itu adalah Mayjen Sungkono, panglima divisi brawijaya. Kolonel Soedirgo,
komandan CPM seluruh Indonesia, dan Kol. Purnomo, Staff CPM. Tanggal 25 Mei 1960, mengadakan pertemuan dan hasilnya adalah
pernyataan bahwa perlu dibentuk organisasi menembak dan berburu yang baru untuk menggantikan PORPI. Hasil ini disampaikan ke
Kementerian Olahraga bahkan saat itu pula, Kementerian Olahraga sedang mengadakan pemantauan pada Olimpiade Roma 1960 tentang apa
dan bagaimana aturan resmi olahraga menembak. Maka dalam waktu singkat, tepatnya 17 Juli 1960 resmi didirikan Persatuan Menembak
Sasaran dan Berburu Seluruh Indonesia disingkat PERBAKIN yang peresmiannya dilakukan di Jawa timur.

Dengan terbentuknya perbakin maka ada tugas-tugas yang harus dijalankan perkumpulan ini antara lain membimbing, mengkoordinir,
dan mengawasi perkumpulan-perkumpulan serta organisasi bidang menembak diseluruh Indonesia dan merencanakan dan meyelenggarakan
kegiatan olahraga menembak. Tugas lain adalah menyebarluaskan tata cara secara teratur sesuai ketentuan perundang-undangan yang telah
ditetapkan dari sinilah terlihat bahwa perbakin bukan sekedar wadah perhimpunan olahraga menembak namun juga sebagai wadah pengontrol
para pemilik senjata api secara organisasi. Setelah itu setahun kemudian perbakin masuk wadah olahraga Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Mayjen Sungkono dipilih sebagai Ketua Umum PB-Perbakin yang pertama yang didampingi Abubakar Lubis, Soetrisno,
Ir. Kunto Adji, Soedirgo, Sujanuji, Purnomo, dan Alibasa Saleh.

Langkah nyata yang semakin maju adalah dengan mengikut sertakan cabang olahraga menembak pada Asian Games 1962. Ivent ini
menyertakan Leli Sampoerno, Ny. Sugodo, dan Cokro Kamary, Ergy Ismail, Lessy, Kisono. Meski mereka latihan seadanya dengan pelatih
Niluen Stevanovic dalam waktu 6 bulan ada prestasi yang membanggakan karena Lely Sampoerno berhasil meraih medali perak
untuk Free Pistol.
Ada dua masa kepengurusan yang menjadi era konsulidasi bagi PB Perbakin yakni kepengurusan Mayjen Sungkono tahun 1961 – 1967 dan
kepengurusan Rusmi Nuryatin 1967-1969. Masa ini juga menjadi masa peletak program bagi PB Perbakin.

Hasil pembinaan prestasi tahun awal berdiri hingga periode kedua inilah yang menjadi jalan keberhasilan saat kepengurusan Suwoto
Suhendar dari tahun 1969 – 1977 Perbakin terus berupaya maju dan tahun 1973 Ny. Lely Sampoerno pada PON VIII di Jakarta, berhasil
memecahkan Air Pistol yang khusus diikuti pria. Nilai 372 yang sekaligus memecahkan rekor merupakan prestasi bagi atlet putri yang
mengalahkan atlet pria.

Ada yang sangat menarik dari cabang menembak yakni masalah yang dari periode ke periode tetap sama dan solusi yang kerap pula
identik dari periode ke periode tetapi lucunya itu-itu saja yang dilakukan mengapa begitu? Mantan Ketua Umum PB-Perbakin Edy
Sudrajat pada wacana yang ditulis Menebar Program Menuai Prestasi mengatakan bahwa ada faktor staknasi dalam menyimpulkan jalan
terbaik, apakah yang dapat dilakukan ?
Sebagai cabang olahraga yang notabenenya berada disatu induk keorganisasian yaitu KONI, cabang olahraga menembak selalu saja
menghadapi permasalahan umum yang sama dari mulai kesulitan mendapatkan bapak angkat, dana pembinaan rutin, pembinaan atlet
yang sering tidak beraturan, hingga kesulitan melakukan evaluasi hasil pertandingan karena memang yang mengikuti pun hanya itu-itu  saja. Bahkan atletnya pun juga hanya itu-itu saja, bagaikan reuni bila hadir dalam event-event tertentu. Atlet yang puluhan tahun  masih bercokol disini dan tak banyak wajah baru yang tampil dengan prestasi membanggakan.

Inilah kesulitan dan permasalahan umum dalam wilayah keolahragaan di Indonesia. Perbakin sebagai induk organisasi olahraga menembak di Indonesia yang sejak keberadaannya tahun 1960 sebenarnya telah menetapkan beberapa fisi, program, dan solusi startegi yang selalu saja menitikberatkan pada upaya menjadikan olahraga menembak itu sebagai olahraga yang tidak sekedar ekslusif  namun bisa bersifat masal dan terorganisir. Sangat sulit berkembang bila Perbakin menjadi olahraga untuk golongan atau masyarakat tertentu. Untuk itu sulit maju sebab hanya dengan keterbukaan dan kebersamaan Perbakin akan menjadi cabang olahraga yang dikenal dan digemari masyarakat
sehingga banyak atlet yang muncul dari rasa senang. Memang tidak selayaknya olahraga ini menjadi tampak menakutkan. Apalagi, bila pengurus yang bercokol sulit untuk berkomunikasi, hasilnya pasti jauh dari prestasi.

Memang banyak yang telah dilakukan seperti upaya pemantapan program kerja jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, kemudian peraturan dan revisi anggaran rumah tangga belum lagi setumpuk keputusan yang dikeluarkan. Semua menggambarkan betapa dinamisnya upaya untuk mengangkat cabang menembak sebagai olahraga yang dikenal dan gampang dimasyarakat langkah ini telah lama dilakukan tetapi kendala lain selalu datang saat konsep yang telah matang dijalankan, terputus oleh karya baru oleh pengurus baru, walaupun
niatnya sama untuk meningkatkan prestasi. Mungkin ada metode terbaik yang menjadi solusi dari ruwetnya situasi. Ini semua bisa
dilakukan bila dukungan mengalir dari semua pihak termasuk para birokrat namun bagaimana bisa dilakukan pendekatan kalau prestasi
masih terbatas dan tidak mampu menyita perhatian masyarakat.
Untuk itu diperlukan suatu sinergi keorganisasian yang sifatnya tidak saling mengandalkan. Pengurus Besar memang bukan struktur organisasi birokrasi yang menetapkan dan mengawasi program kerja tetapi PB adalah komponen terakhir yang menerima limpahan hasil kwalitas yang dilakukan cabang, klub, pengurus daerah dalam mendapatkan bibit atlet unggulan.
Orientasi yang terjadi dan ideal adalah dari bawah keatas dengan asumsi menyediakan sistem pelatih yang menyiapkan atlet-atlet untuk melakukan aktifitas prestasi. Mekanisme kerja ini tentu merupakan mekanisme ideal untuk tidak lagi berkutat pada masalah dana dan
cara melakukan pembinaan, dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar